Cari Blog Ini

Kamis, 14 Oktober 2010

Cerita Telor dan Ayam


Konon diceritakan tentang “pasowanan  Empu Supo dengan Sunan Kalijaga sewaktu menghadap Raja Demak. Waktu itu Empu Supo masih kecil dan dikenal sebagai orang sakti sejak lahir. Sewaktu sowan dikerajaan Demak, Raja Demak ingin menguji “pangerten” Empu Supo tersebut dengan pertanyaan : “Lebih dulu mana yang ada antara telor dan ayam” . Karena memang sang empu mempunyai kelebihan dari lahir, maka Empu Supo menjelaskan dengan tertil.
Antara telor dan ayam, yang lebih dulu ada adalah “sing urip kang ngauripi”. Yaitu yang pertama bisa memberikan hidup. Telor yang ada sekarang, tentu dihasilkan dari ayam, dan ayam tersebut ditetaskan oleh telor sebelumnya dan begitu seterusnya sampai pada pangkalnya. Sang Empu balik bertanya kepada Raja, yang ditanya Raja itu telur / ayam yang mana; yang sekarang, yang lampau atau yang akan datang ? Sebelum Raja menjawab, sang Empu melanjutkann bicaranya, sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah kalaulah kita ingin mendapat telor yang baik, maka kita perlu mencari bibit-bibit ayam yang baik, perlu babon yang baik dan perlu pejantan yang baik sampai dengan cara mengawinkannya juga yang baik. Maka tentu ayam tersebut akan menghasilkan telor-telor yang baik. Dan kalau kita mau mendapatkan anak ayam yang lebih baik lagi, maka kita bisa pilih dari telor-telor yang baik tadi dan perlu dirawat yang baik sampai dengan suhu telornya sehingga waktu menetas akan mendapatkan anak ayam yang terbaik.  Begitu seterusnya.

Dari wejangan tersebut, kalau dimaknakan dalam hubungan antara perusahaan dan karyawan, pernah kita jumpai bahwa perusahaan menuntut bahwa karyawan harus menunjukkan loyalitasnya kepada perusahaan, karena perusahaan juga sudah memberikan gaji. Dilain pihak ada juga karyawan yang suka menuntut bahwa perusahaan harus memberikan loyal kepada karyawan, dengan memberikan tambahan benefit, barulah karyawan tersebut akan menunjukkan loyalitasnya.
Kalau kita terjebak dalam mempermasalahkan untuk menuntut suatu loyalitas dari pihak lain baru selanjutnya kita baru menunjukkan loyalitas, tentunya di pihak lain tersebut juga akan menuntut hal yang sama. Yaitu pihak lain tersebut tentu akan menuntut loyalitas kita lebih dulu.

Filosofi “urip kang ngauripi” adalah mengajak manusia yang berakal dan berhati nurani untuk berpikir jauh kedepan, untuk masa yang akan datang. Kalaulah saat sekarang menjadi karyawan atau menjadi telor tentu itu adalah sudah sesuai kodratNya. Saat ini menjadi karyawan, memang sudah masanya untuk dijalani. Yang perlu dicari maknanya adalah bagaimana saat ini menjadi telor tetapi yang bisa menetaskan ayam yang unggul yang nantinya dapat membuat telor-telor unggul. Saat ini menjadi karyawan tetapi suatu karyawan yang benar-benar bisa membuat perusahaan yang sukses sehingga nantinya perusahaan tersebut bisa membuat sejahtera karyawannya.

Jumat, 04 Juni 2010

Memaknai Manusia Unggul

Dalam perkembangan ilmu management, belakangan sangat santer dikenalkan tentang keunggulan suatu model management. Antara lain Organization Excellence (Vinzent Gaspers) yang mana didalamnya terdapat penggabungan teori-teori management yang dikatakan sebagai teori management kelas dunia saat ini. Yaitu penggabungan teori Balance Scorecard, Six Sigma, Kaizen Blizt, Lean, 5 S dan 6 S sampai dengan Blue Ocean.
Ternyata kehebatan teori Organization Excellence tidak akan bisa efektif dioperasionalkan kalau tidak diikuti dengan Personnel Excellence. Yaitu manusia-manusia pilihan yang bisa mengerti dan memaknai sekaligus menjalankan organisasi tersebut. Manusia-manusi pilihan tersebut adalah manusia yang memiliki keunggulan sesuai bidang dan lingkungannya.

Lalu timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan manusia unggul ?

Ada beberapa pendapat tentang pemaknaan manusia unggul. Ada yang menganggap bahwa manusia unggul adalah manusia yang bisa mengubah sejarah. sejarah adalah biografi manusia besar “history of the world is the biography of the great man.”

Ada juga yang berpedapat bahwa seorang manusia unggul adalah intelektual universal. Ia berpijak pada nilai-nilai universal dan mengubah manusia sejagat. Perubahan yang dilakukan bukan semata-mata karena kemampuan intelektualnya, melainkan lebih banyak karena kemampuan bertindaknya. Manusia unggul adalah “man of actions”, lebih dari “man of thoughts.” Ketika manusia unggul itu bertindak, ia ditanggapi, dibalas, dan disambut oleh masyarakat luas, atau massa yang besar dan setia. “Kita semua mencintai, menghormati dan merunduk pasrah pada manusia di hadapan manusia unggul. Masyarakat ditegakkan di atas pemujaan pahlawan, hero-worship.

Ada juga mengartikan bahwa manusia Unggul adalah orang pintar yang dikategorikan sebagai ilmuwan dan intelektual. Ilmuwan bersifat universal. Ia diterima di mana pun. Newton adalah ilmuwan di Inggris, Jerman, Jepang, hingga di Indonesia, dll. Sedangkan intelektual lebih bersifat lokal. Ia adalah orang yang berhasil menangkap dan memahami realitas bangsanya. Ia memengaruhi bangsanya dengan berpijak pada nilai-nilai yang dianut bangsanya. Sebab itu, Jean Paul Sartre, hanya bisa menjadi intelektual Perancis. Ia tidak cocok di negara lain.

Ada juga pendapat orang jawa dahulu bahwa yang dikatakan manusia unggul adalah manusia yang bisa ing ngarso sung tulodo, ing madyo bangun karso, tutwuri handayani. Yakni manusia universal, apabila ditempatkan di depan, sebagai leader akan bisa memberikan sebagai teladan, pelopor dan motor untuk menggerakkan apa-apa yang ada dipimpinnya. Apabila ditempatkan di level tengah (middle management) akan bisa memperkuat team, menggalang kekuatan team, membentuk team work. Dan apabila ditempatkan di belakang, sebagai pekerja, sebagai masyarakat bawah, akan bisa dengan teguh dan setia untuk mengikuti dan mendukung ketentuan organisasi untuk mencapai visi dan misi organisasi.

Ada juga yang memaknai bahwa manusia unggul diibaratkan sebagai batu berlian, yang mempunyai nilai jual paling tinggi, yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan batu-batu lain, yang dengan jelas akan kelihatan lebih mencorong dari benda-benda lain. Batu berlian bisa ditempatkan dimana saja dan akan membentuk aura yang lebih baik bagi lingkungannya. Seorang wanita yang cantik, apabila memakai berlian maka wanita tersebut akan lebih cantik, lebih anggung dan menambah pesonanya. Batu berlian apabila ditempatkan dilumpur, tetapi tetap akan melihatkan bahwa memang berlian adalah batu yang mulia sehingga akan membuat tertarik manusia-manusia untuk mengambilnya.

Rabu, 05 Mei 2010

Makna Kesuksesan

Seringkali kita mendengar kata-kata sukses yang diucapkan seseorang, dan memang mudah untuk mengatakannya. Demikian juga seseorang akan mudah mengungkapkan kata sukses untuk seseorang, karena menurut dia sudah tepat untuk menyebut suatu kesuksesan. Padahal dia belum tahu memang itu suatu kesuksesan atau bukan.

Banyak macam orang memaknai suatu kesuksesan. Menurut Bob Sadino : “Kalau saya mengharapkan besok saya bisa makan, dan ternyata besoknya saya bisa makan, maka saya sudah sukses”. Begitu sederhana, karena baginya untuk bisa makan tidak semua orang bisa mendapatkannya dengan mudah. Karena bagi orang yang lapar, sepiring nasi mempunyai nilai yang sangat besar dan mendalam.
"Mungkin titik berangkat saya itu yang membuat saya bisa begini hari ini," tutur Bob, yang pernah jadi sopir taksi dan nguli di Jakarta. Dari keinginan selanjutnya mengalami proses sampai mencapai kesuksesan yang diinginkannya, dan hal ini selalu dilakukan rutin terus menerus. Ini adalah kesuksesan individu.

Bagaimana tentang kesuksesan suatu organisasi ? Disana terdapat beberapa individu, ada perusahaan, ada stakeholder, ada karyawan, ada shareholder sampai dengan lingkungan. Apakah perusahaan dikatakan sukses apabila bisa mencapai keuntungan, tetapi ternyata karyawan selalu mengeluh karena kesejahteraan yang diberikan masih kurang layak. Apakah bisa dikatakan sukses apabila perusahaan bisa mencapai profit yang diharapkan tetapi ternyata dalam proses kerja perusahaan selalu ribut. Apakah bisa dikatakan sukses apabila lingkungan mendapat makmur karena adanya usaha perusahaan ditempatnya tetapi ternyata perusahaan itu sendiri mengalami diskualifikasi karena hasil kerjanya jelak.

Jadi kesuksesan untuk suatu organisasi seharusnya dilihat dari keinginan organisasi tersebut yang terdiri dari individu-individu atau elemen-elemen di dalamnya. Tetapi akan timbul suatu pertanyaan, apakah mungkin setiap individu yang terdapat dalam organisasi bisa mengalami sukses bersama-sama dalam kegiatan organisasi ?

Dalam konsep Balance Scorecard yang ditampilkan dalam 5 perspektif mungkin bisa dijadikan acuan untuk memaknai kesuksesan organisasi.
  1. Perspektif Financial, yaitu bagaimana organisasi tersebut bisa mencapai keuntungan dan memberikan nilai kepada shareholder.
  2. Perspektif Customer, yaitu bagaimana organisasi bisa memberikan nilai kepada user ataupun stakeholder.
  3. Perspektif Internal Proses yaitu bagaimana organisasi bisa memberikan kelancaran proses di internal organisasi.
  4. Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan yaitu bagaimana organisasi bisa memberikan nilai kepada karyawan dan management organisasi.
  5. Perspektif Community Partnership yaitu bagaimana organisasi bisa memberikan nilai kepada lingkungannya.
Dari gambaran diatas, kesuksesan sebuah organisasi haruslah dicapai secara utuh. Suatu perusahaan apabila hanya bisa mencapai kesuksesan financial (keuntungan) saja dan tanpa dibarengi dengan kesuksesan customer, maka untuk periode berikutnya tentu akan memerlukan energi yang lebih besar untuk mendapatkan kepercayaan client (customer). Suatu perusahaan yang hanya sukes di aspek financial tetapi karyawan tidak mendapatkan kesejahteraan yang memadai, maka di periode selanjutnya perusahaan tersebut tentu akan kesulitan mendapatkan karyawan yang memadai atau yang bisa mendukung operasional perusahaan. Suatu perusahaan apabila hanya mendapatkan financial tetapi kurang sukses dalam aspek pembelajaran dan pertumbuhan organisasi, maka untuk periode selanjutnya perusahaan tesebut tidak akan mendapat peningkatan organisasinya.

Jadi sebuah kesuksesan haruslah dicapai secara utuh sesuai dengan keinginan yang utuh, yaitu yang bisa memenuhi elemen-elemen didalamnya. Dan kesuksesan itu harus dipelihara dengan kegiatan rutin terus menerus supaya kesuksesan bisa tercapai secara berkesinambungan.

Selasa, 04 Mei 2010

CRP = Mengurangi Pemborosan

Berulang kali terdengar gembar-gembor dalam meeting maupun stand down meeting dari para leader project untuk memberikan semangat kepada para superior di area proyek yaitu para eksekutor project, “Kita harus menggalakkan Cost Reduction Program, agar target proyek kita bisa terselamatkan. Mengingat budget sudah menipis, sementara sisa-sisa pekerjaan masih banyak yang belum tuntas. Juga beban resource (manpower dan material) yang masih cukup banyak menyedot cost kita. Bla bla bla …”. 
Adalah hal wajar dan memang sambutan-sambutan seperti itu mesti dilontarkan agar para leader merasa tergugah, teringatkan kembali kepada misi utama management adalah provit. Karena para eksekutor tersebut terkadang terlena karena rutinitas pekerjaan, ataupun untuk menambah selingan dan variasi dalam kehidupan kerja.

Tetapi kebanyakan dari mereka tentunya hanya ingat slogannya saja. Yang melekat di kepalanya hanyalah kata-kata indahnya saja. Tetapi sedikit sekali yang bisa memaknai penjabaran implementasinya. Esensi dan ekspektasi maupun aktualisasinya itu bagaimana ? Ya karena mungkin mereka sudah lupa detail-detailnya karena sehari-hari hanyalah pekerjaan lapangan saja yang ditangani.

Secara umum, berbicara mengenai aktivitas kerja atau proses kerja digolongkan menjadi 2 hal yaitu :

1. Value added activity
2. Non value added activity

Mengenai Value added adalah sudah jelas karena langsung berhubungan dengan riil produktifitas. Sedangkan Non value added digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

1. Non value added yang tidak bisa dihilangkan atau biasa juga disebut type one waste
2. Non value added yang bisa dihilangkan atau juga dikenal dengan type two waste

Type one waste adalah aktifitas yang tidak menciptakan nilai tambah namun aktifitas tersebut masih diperlukan karena berbagai alasan. Misalnya aktifitas inspeksi alat, pengawasan terhadap orang karena orang tersebut baru direkrut dan belum berpengalaman. Aktifitas ini memang masih diperlukan tetapi sebenarnya tidak menghasilkan value added. Untuk itu dalam jangka panjang aktifitas ini seharusnya bisa dikurangi atau dihilangkan.

Type two waste adalah aktifitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan outputnya juga menghasilkan kerugian. Misalnya menghasilkan product yang rejected atau melakukan kesalahan-kesalahan. Untuk jenis pemborosan ini seharusnya dihilangkan segera.

Dan dalam perkembangan ilmu management, banyak ide-ide atau design baru tentang analisa pemborosan yang tujuannya adalan mengurangi pemborosan dan mengurangi biaya terus menerus. Seperti ; Seven plus one type of Waste, Continuous Cost Reduction Through Lean Six Sigma Approach (Vincent Gasperz), Lean Manufacturing’s 10 Areas of Waste (Kaufman Consulting Group), dan lain-lain.

Kamis, 29 April 2010

Marah Secara Appreciative Inquiry

Appreciative Inquiry adalah sebuah pembelajaran dan eksplorasi atas apa yang memberikan kehidupan kepada system kemanusiaan pada saat terbaik mereka. Ini adalah sebuah metodologi pengembangan organisasi berdasarkan asumsi bahwa pernyataan dan dialog tentang kekuatan, sukses, harapan dan cita-cita adalah sebuah transformasi atas pernyataan itu sendiri. Ini adalah paparan para pakar AI (Appreciative Inquiry) yang tertera dalam blog mereka. Sama halnya dengan para ahli AI yang lain, yang saya sangat senang membacanya yaitu dalam blog-nya Mas Bukik http://bukik.org/change/appreciative-inquiry/ yang secara detail membahas tentang AI.

Ternyata dengan semangat AI tersebut, saya bisa terapkan dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Berikut pengalaman yang saya dapatkan :

Suatu ketika aku ditugaskan di daerah baru di Riau. Untuk sebuah proyek baru bagi Perusahaan. Sama halnya dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Tiada yang aneh.
Dalam suasana baru tersebut, aku disediakan tempat tinggal di sebuah Mess. Kelihatannya mess tersebut selama ini jarang berpenghuni. Sehingga perlu pembenahan dan penataan. Perabot-perabot disiapkan sampai dengan pemenuhan AC plus genset untuk emergency apabila listrik PLN padam. Sehingga selesailah dan siap dihuni.

Bagiku tidak ada masalah, karena aku sudah biasa dengan suasana baru tersebut, sama halnya pada penugasan-penugasan jab baru yang lain. Hanya ada suatu pengalaman yang menarik bagiku untuk diceritakan.

Disana terdapat seekor anjing, yang biasa menemani penjaga mes. Seekor anjing yang energik, yang selalu menggonggong apabila ada orang asing ataupun ada sesuatu yang aneh di sekitar mess. Tetapi ada kebiasaan-kebiasaan anjing tersebut yang sangat tidak aku suka. Yaitu begitu saja nyelonong masuk ke kamar-kamar tidur. Yak itu karena sudah menjadi kebiasaan baginya sewaktu mess tersebut masih jarang penghuni, anjing itu terbiasa tidur di kamar-kamar mess tersebut.
Tetapi saat ini mess sudah berpenghuni, tentu agak risih kalau anjing itu ikut-ikut tidur di dalam kamar, meskipun itu dibawah kolong tempat tidur. Apalagi untuk saya yang muslim.

Maka dari itu setiap kali aku dapati masuk kamar ku maka aku selalu menghalaunya, karena aku benci kepadanya. Kebencian itu selalu bertambah karena anjing itu masih saja melakukan suka masuk kamar. Sehingga tidak jarang aku lembar pakai batu kalau aku berpapasan dengah dia.

Kebencian ini dapat dilihat oleh penjaga mess. “Bapak kelihatannya sangat benci sekali dengan anjing, ya”

“Ya karena dia suka sekali masuk-masuk kamar”.

“Bapak tidak perlu benci kepadanya, tetapi ajarkan dia untuk tidak boleh masuk kamar. Jangan dibenci dia dan jangan selalu dilempari batu. Sayangi dia, tentu dia akan sayang juga ke Bapak”.

Ihhh. Ini penjaga kok begitu bicaranya.

Aku coba merenungi kata-katanya. Akhirnya aku bisa menangkap arti pembicaraannya tersebut. Maka setiap kali dia mau masuk kamar maka aku halau dia. Terkadang aku coba pakai bentakan-bentakan. Tetapi kalau ada sisa-sisa makanan, terutama tulang-tulang ayam goring, maka aku berusaha kumpulkan dan aku berikan ke dia.

Kejadian itu berlaku beberapa minggu. Setiap kali dia mau masuk kamar, aku selalu bentak dan juga aku coba “pura-pura” memukul. Dan aku tunjukkan aku benar-benar marah. Tetapi kalau sewaktu senggang aku sempatkan berikan sisa-sisa tulang ayam goreng kepadanya. Juga aku sempatkan untuk memberikan makan kepadanya. Dan ternyata dia suka sekali kalau diajak bercanda, yaitu meng-kili-kili disela-sela pangkal kakinya, atau melempar batang kayu lalu dia akan cepat-cepat mengambilnya.

Akhirnya terjadi perubahan padanya yaitu dia tidak lagi berani masuk kamarku atau kamar yang lain. Kalaupun dia mencoba memanggil tetap saja berada diluar teras sambil terus mengguguk. Dan dia jadi akrab dengan pengguni mess.

Senin, 26 April 2010

Kisah Penjual Kayu

Pada suatu desa di tepi hutan, hidup seseorang yang hidupnya sebagai penjual kayu. Hidup yang dijalaninya penuh dengan keikhlasan, rasa bersukur yang tinggi dan rasa berserah tinggi terhadap Allah. Sehingga dalam keluarganya yang sederhana selalu dalam ketentraman dan kebahagiaan.

Pada suatu hari terjadi malapetaka di kota terdekat, yaitu terjadi banjir dan beberapa rumah penduduk kota yang roboh atau hilang. Mendengar ini si penjual kayu menjadi prihatin dan bersimpati untuk menyumbang kayu kepada korban banjir tersebut. Akhirnya dikumpulkan kayu2 hutan yang ada didekat rumahnya dan dikirim kepada korban banjir tersebut.

Ada juga seorang pengusaha kayu yang melihat ternyata si korban banjir yang membangun rumahnya dengan menggunakan kayu-kayu yang bagus mutunya. Dan pengusaha kayu mendatangi seorang korban banjir tersebut. “Kayu-kayu anda sangat bagus sekali, dari mana membelinya ? saya juga mau membeli kalau bapak mau menunjukkan penjualnya”.

Si korban banjir akhirnya menceritakan asal-usul kayu tersebut. Lalu keduanya membuat kesepakatan yang mereka buat.
Sang korban banjir akhirnya mendatangi si penjual kayu, dan menyatakan minta bantuan lagi kayu dengan alasan masih kurang untuk membangun rumahnya tersebut. Dan si penjual kayu juga memberikan sesuai kebutuhan si korban banjir.
Beberapa kali si korban banjir meminta kayu lagi, si penjual kayu juga agak heran, kenapa masih kurang terus. “Karena kayu-kayu kemarin juga diminta tetangga saya yang rumahnya juga rusak oleh banjir tempo hari” itu alasan dari si korban banjir.
Meskipun diliputi rasa penasaran, si penjual kayu tetap saja memberikan kayu sesuai permintaan si korban banjir, karena merasa kasihan kalau rumahnya belum selesai juga. Sementara itu si penjual kayu juga berusaha tahu apa yang terjadi dengan rumah si korban banjir tersebut.

Dan akhirnya si penjual kayu mengetahui bahwa ternyata kayu-kayu yang disumbangkan tersebut dijual kepada si pengusaha. Tetapi ternyata si penjual kayu tidak menjadi geram atau marah.

Pada hari berikutnya si korban banjir datang lagi ke si penjual kayu dan menyatakan masih butuh bantuan kayu lagi. Dengan alasan untuk menyelesaikan ruangan dapurnya. Dan si penjual kayu bersedia memberikan bantuan tetapi si penjual kayu membutuhkan tenaga untuk mengurus kayu-kayu yang diminta. Si korban banjir menjanjikan akan mengirim orang untuk membantu si penjual kayu.

Selanjutnya si penjual kayu mempersiapkan lahan-lahan disekitar rumahnya. Pada waktu tenaga-tenaga yang dikirim oleh si korban banjir datang, mereka disuruh untuk membersihkan lahan. Dan setelah selesai membersihkan lahan, si korban banjir menanyakan kapan kayunya akan diangkut. Sipenjual kayu menyuruh untuk datang lagi seminggu lagi.

Setelah seminggu sesuai yang dijanjikan oleh si penjual kayu, si korban banjir datang dengan membawa tenaga untuk mengangkut. Tetapi oleh si penjual kayu, orang-orang tersebut malah disuruh lebih dulu untuk menanam biji-biji kayu pada lahan yang sudah dipersiapkan seminggu sebelumnya. Setelah selesai pekerjaan tersebut, dengan tidak sabar si korban banjir menanyakan tentang kayu yang telah diminta sebelumnya.

“Mana kayu yang akan disumbangkan kepada kami, sementara saya juga sudah siapkan orang-orang untuk membantu mengangkut” tanya si korban banjir.
“Kayu-kayu sudah cukup saya kirim untuk membantu bapak sehingga hutan di sekitar menjadi habis, kalau memang mau kayu lagi ya bapak harap sabar untuk menunggu kayu yang baru saja kita tanam tadi” jawab si penjual kayu.

Minggu, 25 April 2010

LEADER vs MANAGER

Apakah anda bisa membedakan antara manajer dan leader? Dua kata yang lingkup kerjanya berkecimpung dalam sebuah manajemen. Manajer berasal dari kata “manage” yang artinya mengelola. Manajer artinya adalah orang yang mengelola. Sedangkan leader berasal dari ” Lead” yang artinya memimpin. Jadi leader adalah orang yang memimpin. Bagaimana kita bisa membedakannya keduanya dalam gambaran aktivitas? Kalau kita akan menilai seseorang : apakah dia pemimpin yang baik, kepada siapa kita akan bertanya? Kalau kita akan menilai apakah dia manajer yang baik, kepada siapa pertanyaan itu dilontarkan?

Pernahkan anda melihat seorang atasan yang dipindahtugaskan dan semua anak buahnya merasa keberatan? Mereka merasa atasannya selama ini sangat peduli dan memperjuangkan banyak hal untuk mereka. Tetapi pihak top manajemen memindahkan ke divisi lain atau bahkan tidak memberikan lagi jabatan apapun? Pernahkan anda melihat atasan yang mempunyai kesan buruk di mata bawahannya tetapi selalu mendapat pujian dari atasannya? Dua fenomena yang bertolak belakang karena dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Yang satunya dari sudut pandang bawahan dan satunya dari sudut pandang atasan.Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Dalam ilmu manajemen di kenal fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh seorang manajer yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut yang dalam sering di kenal dengan PDCA (Plan, do, check, action). Artinya, berbicara tentang manajemen adalah bagaimana merencanakan hasil dan mencapainya. Manajemen adalah bagaimana mendapatkan sumber daya dan mendayagunakan agar melaksanakan pekerjaan dengan dengan efektiv dan efisien. Manajemen adalah bagaimana kita menyelesaikan masalah yang ada dan mencegah tidak terulang kembali atau agar tidak muncul sejak awal. Manajer adalah orang yang diberi tugas untuk melakukan hal-hal tersebut, merencanakan hasil, berusaha mencapai target dan melaporkannya kepada atasan. Dalam hal ini, atasanlah yang tahu persis, apakah seseorang bisa menjadi manajer yang baik atau tidak. Atasanlah yang bisa menilai apakah kinerja seorang manajer baik atau tidak.

Kepemimpinan merupakan unsur seni dalam manajemen. Kepemimpinan berkecimpung dalam sisi manusia yang tidak terstruktur dalam sebuah tugas-tugas menyelesaikan pekerjaan. Kalau dalam manajemen ada bidang garap sumber daya manusia, adalah bagaimana mengelola kompetensi dan ketrampilan agar bisa melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Dalam kepemimpinan ini adalah bagaimana kita memupuk semangat sumber daya manusia kita agar bisa bekerja dengan baik. Kepemimpinan adalah bagaimana kita menggerakkan bawahan kita agar sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Kepemimpinan adalah bagaimana kita memberikan tauladan, bagaimana memahami bawahan, menghormati setiap individu dan bisa ngemong. Kepemimpinan adalah bagaimana memberikan dampak positif terhadap cara berpikir , perilaku dan kinerja bawahan. Efek dari kepemimpinan ini bisa dirasakan terutama oleh bawahan. Sehingga bawahanlah yang tahu, kita ini pemimpin yang baik atau bukan. Dan pertanyaan yang tepat apakah kita pemimpin yang baik atau bukan lebih tepatnya dilontarkan kepada bawahan.

Apakah manajer yang baik selalu menjadi pimpinan yang baik? Belum tentu. Fenomena di atas telah menunjukkan bahwa bisa jadi seseorang bisa menjadi manajer yang baik dimata atasan karena target-target pekerjaan bisa tercapai, karena laporan bisa dikirimkan tepat waktu dan masalah-masalah bisa di selesaikan dengan baik. Tetapi bisa jadi dia bukan pemimpin yang baik karena mencapaian hasil tersebut dilakukan dengan kepemimpinan yang otoriter, tidak memahami dan mengerti kondisi bawahan, memandang bawahan sebagai alat untuk bekerja bukan sebagai manusia. Sehingga memberikan kesan buruk dimata bawahan dan bahkan berharap pimpinannya segera dipindahkan.

Jadi manajer dan pemimpin yang baik adalah yang mempunyai nilai yang baik dimata atasan maupun bawahannya. Manajer yang juga pemimpin adalah yang tidak memandang manusia sebagai alat untuk bekerja tetapi sebagai sebuah potensi yang perlu digali dan dikembangkan agar lebih bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan perusahaan. Manajer yang juga pemimpin adalah yang mengangkat dan mengakui sisi-sisi kemanusiaan di tempat kerja. Manajer yang juga pemimpin adalah yang tidak hanya terfokus pada target semata tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran semua pihak untuk mencapainya. Apakah anda seorang manajer dan pemimpin yang baik? Tanyakan hal ini kepada atasan dan bawahan anda.

Rabu, 21 April 2010

Perspektif HRD

Selama ini di PT Truba Jaya Engineering menempatkan divisi yang mengurusi karyawan di Site Project adalah Personalia dengan jabatan SPO (Site Personnel Officer). Karena lingkup kerjanya adalah mengurusi karyawan di site. Sebagian orang melihat fungsi personalia adalah sebuah bagian yang mengurusi segala keperluan karyawan dalam perusahaan. Mulai dari persiapan berangkat kerja, pelaksanaan kerja sampai dengan pulang kerja. Sebagian lagi akan memandang sebagai bagian yang mengurusan administrasi karyawan yang meliputi urusan pencatat absensi karyawan, mengurusi gaji karyawan, mengurusi tempat tinggal karyawan, mengurusi makan karyawan, menjaga karyawan lembur. Dalam hal ini akan tampak sebagai fungsi supporting.
Dalam perkembangan bisnis proyek Truba saat ini, ternyata pelaku SDM tersebut dituntut untuk bisa berperan lebih dari pandangan-pandangan fungsi tersebut diatas, antara lain :
- Sebagai tuntutan standarisasi organisasi (ISO) maupun TMS misalnya, pelaku SDM tersebut harus bisa memenuhi aspek administrative dalam hal mengelola SDM mulai mempersiapkan karyawan (seleksi dan rekrutmen), administrasi karyawan, pengembangan karyawan (training) sampai dengan me-release karyawan.
- Sebagai tuntutan kepentingan bisnis perusahaan Truba di daerah, karena biasanya proyek Truba memang keberadaannya jauh dari kantor pusat, pelaku SDM project diharapkan untuk berperan mandiri, sebagai bagian dari institusi (perusahaan) untuk mewakili perusahaan dalam hal mengelola karyawan, berhubungan secara eksternal dengan masyarakat, interaksi dengan budaya masyarakat daerah, aturan2 daerah, serikat-serikat pekerja di daerah.
- Sebagai tuntutan internal site management, pelaku SDM agar bisa berperan sebagai penyeimbang proses dalam system di Site Management Proyek. Keterkaitan ini system mengelola SDM agar bisa berjalan selaras dan seimbang dengan system dari unsur-unsur management yang lain, seperti finance, PPC, QC dll.
Dalam perkembangan ilmu management saat ini, banyak sekali dijelaskan teori-teori tentang penanganan SDM. Penulis tertarik untuk mengadop pandangan Vincent Gaspersz, yaitu pengelola SDM, yang lebih tenar disebut HRD, diharapkan bisa berperan sebagai nilai strategis bagi perusahaan ataupun sebagai partner bisnis untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Bagaimana keberadaan HRD bisa berperan sebagai balance dalam system management dengan melalui pendekatan balance scorecard terhadap pencapaian 5 perspektif (dalam buku ini sebenarnya ada 4 perspektif, tetapi untuk Truba sebaiknya ditambahkan 1 perspektif lagi) :
- Perspektif Cost Performance
- Perspektif Pelanggan
- Perspektif Internal Process
- Perspektif Pengembangan SDM
- Perspektif Community partnership
Keberadaan HRD dalam Site Management diharapkan bisa berperan untuk mendukung pencapaian cost performance proyek, yaitu dengan penerapan strategi untuk mengelola SDM dengan cukup efektif dan efisien tetapi dapat menghasilkan produktifitas tinggi.
Dalam perspektif pelanggan (user), peran HRD diharapkan dapat menerapkan / menempatkan SDM yang baik serta system kerja yang bisa memberikan kenyamanan user dalam hal fungsi HRD di dalam Perusahaan. Loyal customer akan terbentuk apabila ada standarisasi system HRD yang baik.
Dalam perspektif internal proses, peran HRD diharapkan bisa memberikan birokrasi yang tepat dan efisien, bisa terjadi sinkronisasi terhadap proses-proses fungsi yang lain.
Dalam perspektif Pengembangan SDM, diharapkan HRD bisa meningkatkan skill dan kompetensi SDM, kesesuaian dan performance SDM serta strategi yang inovatif untuk mendukung performance perusahaan.
Untuk pencapaian perspektif lingkungan yang partnership perlu diperhatikan aspek-aspek yang dapat meningkatakan sumber daya di dalam lingkungan masyarakat tersebut, yang meliputi Human Capital, Sosial Capital, Physical Infrastructure, Economic Infrastructure, Institutional Infrastructure, Political Strength.

Organization Excellent + Personal Excellence = Operational Excellence


Diskusi yang dijalani sangat alot, Pimpinan menetapkan bahwa planning action item sesuai dengan paparannya. Dan itu yang harus dijalankan. Ini perintah.
Saya mencoba memberikan argumentasi, dengan menarik dalih analisa management, sebagai bagian dari proses internal maka pihak PPC, production maupun top management agar mempertimbangkan lagi jangan sampai mengambil langkah yang akhirnya resiko besar berada di department saya. Karena saya bisa membayangkan bahwa action tersebut akan sangat riskan. Untuk itu saya minta management agar membuat analisa lebih dulu dengan teliti sebelum benar2 memutuskan planning action item tersebut.
“Yang jadi pimpinan ini saya atau kamu, setiap action tetap ada resikonya, kamu jangan hanya dipenuhi oleh rasa khawatir saja. Pokoknya konsep ini harus jalan”. Pimpinan Departement tetap pada pendiriannya.
Sebenarnya lemas juga badan ini kalau harus berhadapan dengan situasi seperti ini. Mau lanjut atau mundur. Pertanyaan ini memenuhi benak pikiranku. Akhirnya sampai selesai pertemuan, tiada satu katapun yang bisa enak saya terima.
Sesampai dirumah, perihal ide yang menurut saya “sangat bagus” tidak bisa diterima management masih saja memenuhi benak saya. Sampai akhirnya saya ambil wudlu untuk sholat. Dalam solat saya mencoba menenangkan diri, tafakkur.
Kembali teringat tentang konsep excellence. Dimana Organisasi Excellence harus didukung oleh Personal Excellence untuk mencapai Operasional Excellence. Saya anggap ide-ide yang saya berikan adalah terbaik, karena saya sudah mengkaji berdasarkan analisa yang utuh dan menyeluruh. Tetapi tidak didukung oleh Pribadi-pribadi unggul mana bisa mencapai operasional excellence. Saya jadi teringat pesan si-mbah :
Bahwa kebenaran tidak harus dan mesti melahirkan kebaikan, kebaikan tidak harus dan melahirkan kebenaran, Kesalahan tidak harus dan mesti melahirkan kejelekan, kejelekan tidak harus dan mesti melahirkan kesalahan tetapi waktu yang menentukan.
Akhirnya saya harus bisa menerima tanpa perlu memberikan penilaian.
Ya akhirnya terpecahkan masalahnya. Ternyata suatu masalah baik internal maupun eksternal akan terselesaikan, yaitu harus diam lebih dulu. Biarkan semuanya berlalu, biarkan berjalan sesuai kompromi yang diambil oleh perusahaan. Akhirnya lihat hasilnya.
Karena toh ide sudah disampaikan walaupun tidak diterima oleh management. Mungkin idea tau pendapat itu masih belum sesuai bagi Perusahaan. Ya memang waktu yang akan menentukan.

Kamis, 15 April 2010

Manusia Wajib vs Talent Management

Suatu ketika saya menerima ucapan selamat tinggal dari salah seorang staff yang sudah habis masa kerjanya. Karena memang kontrak kerjanya tidak diperpanjang lagi. Sehingga dengan terpaksa harus meninggalkan pekerjaanya. Sebenarnya dilihat dari jadwal rencana pekerjaan bahwa untuk posisi yang didudukinya pada saat ini seharusnya tidak boleh kosong. Tetapi karena terbentur kontrak kerjanya habis dan perusahaan tidak berkenan memperpanjang, terpaksa staff tersebut harus mengakhiri kerjanya. Bisa diibaratkan meninggalkan medan perang sementara perang belum usai.

Bagi saya sendiri, perihal pamitan staff yang sudah selesai jobnya adalah suatu kewajaran. Karena memang mungkin jobnya sudah selesai atau memang masa tugasnya sudah selesai atau karena yang bersangkutan sudah tidak betah lagi dan atau-atau yang lain.

Tetapi saya mencoba untuk menggali rasa tentang suasana apabila orang tersebut telah meninggalkan habitatnya. Adakah yang merasa kehilangan, adakah yang merasa senang karena ditinggalkannya, adakah perubahan setelah ditinggalkannya, bagaimanakah perubahan setelah ditinggalkannya, apakah bertambah baik atau ada yang kurang. Dan saya coba untuk bisa merasakan suasana baru tersebut. Hal ini akan bisa dijawab sesuai dengan keberadaan staff tersebut selama masih aktif menjalankan pekerjaanya.

Saya jadi teringat omelan si-mbah sewaktu saya masih muda. Karena saya masih bandel, malas dan sering bolos sekolah. Si-mbah selalu bilang “Kowe kudu dadi wong sing wajib ono, wong wajib ono kuwi wong kang iso nyampurnakno kahanan.” Maksud dari wejangan si-mbah tersebut adalah : Jadilah manusia wajib, maksudnya adalah menjadi manusia yang dibutuhkan dalam kehidupan. Peran manusia wajib akan memberikan warna dan semangat dalam kehidupan. Manusia wajib harus mengerti dan memaknai kewajiban keberadaannya, makanya harus dipersiapkan kemampuan diri sehingga bisa memenuhi peran dan tugasnya dalam kehidupannya tersebut.

Pada waktu itu saya tidak begitu percaya dengan wejangan si-mbah tersebut, karena saya anggap sebagai orang kuno, maka omongannya pun bagi saya tidak nyambung. Sehingga saya menyeletuk “Kalau ada manusia wajib maka tentu ada manusia haram”. Ternyata si-mbah juga mengiyakan. Memang jangan sampai menjadi manusia haram, artinya haram untuk ada karena akan mengganggu kehidupan. Karena manusia haram akan menjadi rintangan kehidupan untuk menuju kemajuan.

Barulah sekarang saya menyadari benar tentang makna wejangan si-mbah tersebut. Setelah saya kaitkan dengan teori ilmu management, yaitu talent management. Talent management merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi para karyawan perusahaan yang memiliki kapabilitas untuk menjadi future leaders/senior managers maupun termasuk pribadi-pribadi ungul. Proses identifikasi ini didasarkan pada dua elemen kunci, yakni aspek kompetensi dan aspek kinerja (performance).

Baru sekarang lebih jelas lagi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa seseorang yang meninggalkan tugas pekerjaan. Kalau memang dia termasuk manusia wajib atau termasuk dalam talent management maka staff tersebut tentu akan lebih dipertahankan oleh perusahaan.